You may have to register before you can download all our books and magazines, click the sign up button below to create a free account.
"In The Chamber of Sentimentalism" is a small book of poetry ramble from a disillusioned hopeless romantic. Written from 2008 to 2019, in the journey of life from Southeast Asia to Europe to Oceania, with all phases of loving, losing, hurting, healing, learning, maturing and everything that makes life worth living.
Sebagai pengidap lexical gustatory synesthesia, Raga bisa mengecap rasa kata. Beberapa kata terasa enak, namun ada juga yang membuatnya ingin muntah. Kondisi ini kerap mengganggunya, bahkan bisa membuatnya terserang panik. Tak berhenti di situ, berbagai masalah mulai berdatangan. Dimulai dari Enin, nenek yang merawatnya sejak kecil meninggal, hingga Ibu yang tak pernah ada untuknya tiba-tiba datang memperkenalkan calon suami. Marah, muak, dan … mual! Semua berubah saat kata “Elora” menyerbu gendang telinganya. Rasa manis teh melati khas racikan Enin seketika menyerbu indera perasanya. Efeknya, sama seperti saat dia meminumnya langsung, hatinya menghangat. Dari nama, turun ke hati. Nama gadis populer itu akhirnya menguasai dunia Raga dengan mudahnya. Maksud hati ingin mendekati Elora, tapi bagaimana bisa Raga yang pendiam dan penyendiri menyatakan perasaan tanpa membuat Elora kabur sambil berteriak, "Tolong, ada orang gila!"?
Sekarang, apa lagi yang harus dilakukannya? Tidak ada. Bayu melihat Mentari berdiri di ujung jalan, melambai dan tersenyum padanya. Dengan bergandengan tangan, kedua orang itu berjalan bersama ke arah cahaya senja, menuju akhir yang dijanjikan bagi orang-orang yang memperjuangkan kebenaran. Clairine Nathania—Cerita tentang Matinya Matahari Kemudian, kelebat sosokmu yang kini berusia tujuh belas tahun kembali mengabut di pelupuk mataku. Paras yang serupawan senja. Perwujudan sebuah keindahan yang rapuh. Kecantikan yang berbalut kesepian sempurna. Perwujudan lara. Stanza Alquisha—Lara Larut bersama Senja "Aku sudah berkali-kali bilang saat makan malam, aku punya teman baru. Namanya Hesper. Dia datang lewat jendela, lalu kami berbincang, Bu. Tapi, tak ada satu pun dari Ibu atau Ayah yang mempercayaiku. Kalian hanya tertawa sambil mengusap-usap kepalaku seperti anak kecil," sahutku setengah marah. Nyatanya mereka yang tidak peduli padaku. Baiq Dia—Kalopsia
Where Stories Begin adalah antologi cerpen hasil kurasi Redaksi Novel Elex Media dari perlombaan yang diadakan oleh Wacaku. Where Stories Begin menyuguhkan cerita pendek dari sepuluh penulis yang terpilih dari perlombaan yang diadakan pada 2022 lalu. Cerita-cerita karya Stanza Alquisha, Maria Perdana, Robin Wijaya, Arata Kim, Kanigara, Meera, Nureesh Vhalega, Ratifa Mazari, Tian Topandi, dan Zaidatul Uyun Akrami mengisahkan bahwa perkara cinta tak melulu soal kebahagiaan. Bahwa cinta tak selalu semanis gulali, dan indah seperti gumpalan awan merah muda. Because these are where stories begin….
Kumpulan puisi "Dulu Ketika Kita Masih Melayang" menggelar bentangan pengalaman manusia yang baru bisa merasakan melayang ketika mereka dibawa terbang oleh cinta. Perasaan yang dibawa naik turun, melambung, menukik, untuk kemudian mendarat lagi hanya jika manusia itu mau, semua tertuang dalam kalimat-kalimat sajak buku ini yang membuai, lalu mendayu. Kadang nakal, kadang sendu. Sering masuk akal, sering pula rancu.
Menulis memang bisa membuat kita bahagia. Iseng nulis saja sudah bisa bikin kegelisahan kita hilang. Apalagi jika tulisan itu bisa dijadikan cerpen atau novel dan diterbitkan, wah pasti kita seneng banget! Tapi sering juga ide kita mentok. Inspirasi mungkin sudah kita punya, tapi kok sepertinya susah sekali ya menuliskannya? Itu berarti, kita harus sering latihan nulis! Kalau bisa, jadikan menulis itu menjadi kegiatan regulermu sehari-hari. Semakin sering diasah, maka kemampuan menulismu dijamin akan jadi semakin ciamik! Buku ini memuat 30 latihan nulis yang kamu bisa lakukan setiap hari dalam waktu 30 hari. Latihan-latihannya asyik lho, dan dijamin bisa membuat tidak hanya kreativitas kamu, tapi juga skill kamu, jadi semakin melambung!
"Dalam antologi ini, peserta Kelas Puisi Online Peri Bahasa Press Batch 1 menyuguhkan puisi, sang poesis, sang buah penciptaan itu sendiri, menjadi serupa pandemi. Bedanya, pandemi di tangan mereka diramu khusus agar menjadi penawar ketakutan yang perlahan tengah mengambil alih kemanusiaan manusia." -Stanza Alquisha
Dari tepi pantai dengan ombak yang menderu, ke ayunan di tengah padang bunga, hingga ke planet antah berantah di antariksa, romansa bisa selalu hadir dengan tulus dan tanpa kepura-puraan. Ibarat semburat gradasi bias warna matahari, 12 keping kisah di buku ini ada tanpa peduli batasan usia, lokasi, atau zona waktu. Karena cinta bisa datang di setiap warna yang kita hela. Kamu punya cinta? Buku ini siap memelukmu dengan sejuta ronanya.
"Musibah ada sebab orang bikin dosa. Alam yang beri hukuman. Begitu yang menancap. Mereka hanya bisa mengira tanpa rasa. Rasa sesal yang menggelayut antara raga dan jiwa; antara uma dan nenek tua, tak masuk hitungan kasak-kusuk para tetangga." (Rumah yang Ingin Bunuh Diri) Sebuah antologi yang lahir dari rahim pandemi. Ia berisi dua puluh cerita tentang upaya-upaya manusia untuk bertahan. Bertahan dari berbagai hal, dalam berbagai macam cara.
Setiap kehidupan pasti ada masa bahagia dan sedihnya. Setiap manusia pun pasti pernah merasakannya. Ada rasa duka, marah, senang, cinta, kasih, dan sayang. Memberi atau diberi, semua pasti pernah mengalami. Dalam buku ini, terdapat berbagai kisah yang ditulis oleh 61 penulis hebat. Berirama indah yang diciptakan diciptakan dari hati dan pengalaman tercurah dalam tulisan indah bernama puisi. Tak mengapa jika tak bisa mengungkapkan rasa dengan mulut. Karena mencurahkan segala rasa dalam tulisan itu lebih berarti dan bisa terpatri dalam hati.